Uni Eropa Bantu Pengembangan Kakao di 5 Kabupaten

Ada 5 kabupaten yang mendapat bantuan dari Uni Eropa dalam pengembangan kakao, namun hanya Kabupaten Bondowoso yang mendapat perhatian khusus dari Kepala Dinas Perkebunan Provinsi Jawa Timur, Ir. Moch. Samsul Arifien, MMA. sebab, selama ini Kab. Bondowoso sangat identik dengan produksi kopi Arabikanya yang istimewa dan telah dikenal di pasar internasional. Bahkan belakangan bukan hanya kopi milik PTP 12 saja (di Perkebunan Kalisat Jampit, Belawan dll) yang merajai pasar kopi arabika internasional dan domestik, tetapi juga kopi-kopi arabika milik rakyat di lereng Pegunungan Ijen-Raung.

Di hadapan undangan, termasuk Mathosen, Ketua Kelompok Tani “Tani Maju I” yang juga pemilik brand  “Matt Coffee” dan Abdul Latief pemilik brand “Kopi Nuri”, Kadisbun berharap agar kehadiran kakao di Bondowoso jangan sampai mengkonversi lahan-lahan kopi yang selama ini sudah mendapat tempat terbaik di pasar domestik dan internasional.

“Saya berharap posisi kakao ini bukan mengkonversi tanaman kopi, tetapi dikembangkan pada areal-areal yang berbeda. Kopi Bondowoso itu sudah diakui dunia dan para penikmat kopi di dalam negeri. Itu sebabnya, harganya juga istimewa. Jadi harus dijaga,” pesan Kadisbun.

Sebagaimana diketahui, Uni Eropa didukung Puslitkoka, Gabungan Perusahaan Ekspor Indonesia (GPEI) dan Asosiasi Petani Kakao Indonesia (APKAI) telah menyiapkan Program Budidaya Kakao Berkelanjutan (Sustainable Cocoa Development Program) di 5 Kabupaten, yaitu Kab. Blitar, Kab. Malang, Kab. Trenggalek, Kab. Pacitan, dan Kab. Bondowoso. Kecuali Kab. Bondowoso, empat kabupaten lainnya selama ini sudah dikenal sebagai sentra pengembangan kakao rakyat di Jatim.

Sementara Kab. Bondowoso sudah identik dengan komoditi kopi arabikanya. Bukan hanya telah diakui pasar internasional dan nasional, kopi arabika di lereng Gunung Ijen juga telah mendapatkan sertifikat Indikasi Geografis (IG) dan telah ditetapkan sebagai Kawasan Komoditi Unggulan untuk kopi arabika dari Pemerintah Indonesia. Tentu sangat disayangkan apabila identitas yang telah terbangun baik akan tergerus hanya karena petaninya tergiur komoditi kakao.

Kadisbun tidak ingin kehadiran kakao di Bondowoso justru akan membuat perhatian petani kopi berprestasi seperti Mathosen akan terkikis dan terpecah konsentrasinya. Meskipun komoditi kakao memiliki prospek yang cerah, tetapi komoditi kopi arabika juga tidak kalah prospektifnya. Bahkan sampai sekarang permintaan pasar nasional dan internasional pada kopi arabika berkualitas belum mampu dipenuhi seluruhnya. Peluang pasar kopi arabika dari Bondowoso masih sangat terbuka lebar berapapun produksinya, sehingga para petani kopi tidak perlu tergiur pada komoditi lain.

“Untuk mencapai kesuksesan memang perlu modal atau ‘Jer Basuki Mawa Bea’. Makanya dalam mendukung usaha petani, Gubernur Jatim telah menginstruksikan agar disiapkan dana Rp 400 milyar melalui Bank UMKM,” tukas Kadisbun. Bagi kelompok tani yang melakukan pinjaman di atas Rp 10 juta memang diharuskan ada agunan/jaminan, tetapi pinjaman di bawah Rp 5 juta bisa tanpa agunan. Selain dana dari Bank UMKM, dukungan modal dari dana PKBL milik PTP dan Perkebunan Besar tetap ada.

Sementara itu Ketua Umum APKAI, Arif Zamroni mengakui keberpihakan Kadisbun Jatim pada komoditi kakao sangat luar biasa dibanding kadisbun dari provinsi lain. Tetapi itu hendaknya diterjemahkan secara positif oleh petani dengan tidak mengorbankan komoditi unggulan lain.

“APKAI sangat berterima kasih pada komitmen Kadisbun Jatim, sehingga perkakaon Jawa Timur bisa maju dengan pesat dan banyak petani bisa diberdayakan. Kakao merupakan komoditi yang sangat menjanjikan,” tuturnya. Namun demikian Arif Zamroni tetap meminta potensi kakao ini diterima secara bijak. Artinya kakao ditanam pada wilayah yang memiliki kesesuaian lahan dan telah mendapat rekomendasi dari Puslitkoka. Juga tidak boleh mengganggu komoditi unggulan lain yang telah lebih dahulu berkembang.(in/red/SN)